Jepara , PortalMuria.com – Penanganan kasus alih fungsi lahan dan tambang ilegal di Kabupaten Jepara kembali jadi sorotan publik. Pasalnya, hingga kini tak terlihat langkah tegas dari aparat penegak hukum (APH) maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat, meski laporan resmi sudah dilayangkan ke Polres Jepara dan Kejaksaan Negeri Jepara.
Fenomena pembiaran ini membuat publik geram dan mempertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap hukum. Seolah ada golongan tertentu yang “dianakemaskan” dan kebal hukum.
“Ajicakra Indonesia dalam hal ini juga telah resmi membuat laporan, dengan tujuan agar pemerintah tidak hanya hadir secara administratif, tetapi juga bertindak nyata. Yang diharapkan masyarakat, agar mereka yang belum memiliki izin diberikan edukasi hukum, dan mereka yang sengaja melanggar ditindak tanpa kompromi. Namun sampai saat ini, suara kami seolah hanya masuk ke telinga pejabat yang tuli,” tegas Tri Hutomo, perwakilan Ajicakra Indonesia.
Dump Truck Masih Leluasa, Jalan Jadi Perangkap Lumpur
Warga yang melintas di sekitar lokasi tambang ilegal Desa Sengon Bugel, Mayong, mengaku terganggu dengan aktivitas puluhan dump truck pengangkut material galian C setiap hari.
Baca Juga : Sidang Tambang Ilegal Pancur Jepara: Satu Persatu Fakta Mulai Terkuak, Dua Saksi Hadir, Tiga Mangkir
“Kemarin, sebelum ramai di medsos, saya masih melihat lalu lalang dump truck pengangkut material tanpa penutup. Material berceceran di jalan, bahkan ada korban yang terpeleset jatuh karena jalanan licin tertutup lumpur. Kita kira sudah berhenti setelah ada tim dari Polres Jepara turun, tapi nyatanya hanya berhenti sebentar,” ungkap seorang pekerja garmen yang enggan disebutkan namanya.
Padahal, sesuai regulasi, izin lingkungan, izin alih fungsi lahan, izin usaha pertambangan, hingga izin persetujuan akhir wajib dipenuhi. Namun di Jepara, aturan hukum seakan hanya formalitas belaka.
Penindakan Setengah Hati, Barang Bukti Hilang
Kedatangan tim Polres Jepara bersama perwakilan Desa Sengon Bugel ke lokasi tambang pada 4 September 2025 sempat memunculkan harapan. Sayangnya, langkah itu tak berbuah tindakan hukum nyata.
“DLH dan APH Kabupaten Jepara dinilai mandul, tak punya ketegasan dalam menjalankan amanat undang-undang. Padahal kewajiban pengawasan dan penegakan hukum sudah sangat jelas. Lantas, apa yang menghambat? Apakah ada pembiaran yang disengaja?” tanya Tri Hutomo geram.
Ia juga menyinggung soal barang bukti alat berat yang hilang tanpa jejak, seperti kasus serupa di Desa Pancur tahun lalu. “Sesuai KUHAP, aparat harus menjamin keutuhan barang bukti hingga kasus tuntas di pengadilan. Jika barang bukti saja hilang, publik makin kehilangan kepercayaan.”
Ajicakra Bawa Perkara ke Senayan
Ajicakra Indonesia kini bersiap melayangkan surat dan permohonan audiensi ke Komisi III DPR RI, dan akan membuka data terkait kerusakan lingkungan dan penambangan ilegal yang ada di Jepara , sekaligus meminta pengawasan lebih ketat terhadap penegakan hukum di daerah.
“Ini momentum tepat. Jika negara ini masih mengaku negara hukum, maka hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan sampai rakyat semakin yakin hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” tandas Tri Hutomo.
Publik Minta Bongkar “Main Mata”
Gelombang desakan masyarakat makin deras. Publik menuntut agar aparat tak hanya memeriksa pelaku usaha tambang ilegal, tetapi juga membongkar kemungkinan keterlibatan oknum APH yang bermain mata.
Baca Juga : Ajicakra Indonesia Sesalkan Aksi Anarkis di Jepara, Desak Aparat Usut Tuntas
Tambang ilegal bukan sekadar masalah izin administrasi, melainkan juga ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan, infrastruktur, dan masa depan masyarakat lingkar Muria, termasuk Jepara.
Kini semua mata tertuju pada aparat penegak hukum: apakah berani menindak tegas, atau justru terus memperpanjang drama pembiaran yang merusak bumi Jepara?
(Red.)