Jakarta , PortalMuria.com — Ajakan persatuan kembali menggema dari pucuk pimpinan kepolisian. Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Kapolri Republik Indonesia, menegaskan bahwa keberagaman bangsa justru adalah senjata, bukan ancaman. Pesan itu ia sampaikan pada momentum Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah, di Lapangan Presisi Polda Metro Jaya, Minggu (8/9/2025).
Namun, di balik suasana doa bersama yang khidmat, ajakan ini terasa seperti alarm peringatan. Di tengah riuh rendah politik, gesekan sosial, dan ancaman keamanan, Kapolri secara gamblang mengingatkan publik:
“Kalau kita lengah, kita disusupi, kita dipecah, akhirnya kita gagal menjadi negara maju. Tentunya itu adalah pilihan kita bersama,” tegas Listyo.
Persatuan, Modal atau Ujian?
Indonesia dengan ratusan etnis, bahasa, agama, dan adat istiadat bukanlah sekadar fakta demografis. Dalam kacamata Kapolri, keragaman itu adalah modal utama—tapi sekaligus titik rawan bila dibiarkan dimanipulasi.
“Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat besar. Maka, menjadi tugas bersama menjaga Indonesia,” ucapnya, mengutip laporan Detik.com dan MetroTVNews.
Pernyataan Kapolri ini seolah menyindir realitas bahwa isu SARA, politik identitas, dan hoaks masih menjadi bara dalam sekam. Tidak sedikit pihak yang ingin memancing di air keruh, meraup keuntungan dari perpecahan rakyat.
Momentum Maulid Jadi Penegas
Listyo menekankan, peringatan Maulid Nabi bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan pengingat untuk menjaga warisan kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan. Kondisi keamanan dan ketertiban, menurutnya, adalah syarat mutlak agar pembangunan ekonomi tidak tersendat.
Doa bersama tersebut dihadiri jajaran kepolisian, tokoh agama lintas iman, serta masyarakat dari berbagai lapisan. Dari lapangan Polda Metro Jaya, pesan persatuan bergema ke seluruh penjuru negeri: Indonesia hanya bisa menjadi besar bila tetap bersatu.
Catatan Tajam
Ajakan Kapolri ini muncul di saat tensi politik nasional terus meninggi. Persaingan antar-elite, konflik horizontal di akar rumput, hingga ancaman digitalisasi provokasi, semuanya berpotensi menguji keutuhan NKRI. Pertanyaan yang tersisa: apakah bangsa ini hanya sekadar diminta bersatu ketika krisis, ataukah persatuan benar-benar dijaga setiap hari dengan kebijakan nyata?
(Red.)