Jepara , PortalMuria.com – Penyusunan Master plan Pengelolaan Pesisir dan pembentukan PMO (Project Management Office) dari Konsorsium FOCUS (Fisher folk Improvement for Climate Resilience and Sustainable), dengan peserta dari instansi pemerintahan, akademisi, kelompok nelayan dan Non-Governmental Organization (NGO),berlokasi di Hotel d’Season Premier Bandengan Kab. Jepara Senin (23/6/2025)
Forum Group Discussion yang rencananya diselenggarakan selama dua hari, pada tanggal 23 -24 Juni 2025 ini,dibuka oleh Dwi Yogo Adiwibowo, ST. MT perwakilan Bappeda Kab. Jepara.
” Kegiatan pagi ini merupakan kelanjutan upaya Pemkab Jepara beserta Fokus dan Konsorsium yang terlibat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kab. Jepara, sehingga kami sangat mengapresiasi atas bantuan dari forum ini untuk pengelolaan wilayah pesisir di Kab. Jepara.Harapan kita dalam FGD ini akan mendapatkan hal-hal berkaitan dengan pemberdayaan nelayan dan berkelanjutan.Pembentukan PMO (Project Management Office) yang nantinya akan berperan dalam pengelolaan pesisir pantai yang ada di Jepara, sehingga masukan –masukan dan informasi ini sangat kita perlukan ”. Sambutnya
Sementara itu dalam kata pengantar oleh Project Manager Konsorsium FOCUS Miranda, mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Bapenda yang selalu mendukung sejak tahun 2023.
“ Kami mengucapkan terima kasih kepada Bappeda yang selalu mendukung kegiatan Fokus sejak Tahun 2023 sampai sekarang, ini sebagai upaya menjawab surat edaran dari Sekda Provinsi Jawa Tengah, bahwa setiap setiap Kabupaten yang memiliki wilayah pesisir wajib memiliki perencanaan wilayah pesisir. Program ketahanan nelayan dan kita ingin mendukung sistem pangan berkelanjutan, kita sadar laut dan pesisir adalah penunjang kehidupan manusia, ibarat laut dan pesisir adalah tabung oksigen ketika kita menyelam di kedalaman laut”. paparnya
“ Kita ingin membangun laut yang sehat untuk menunjang ketahanan pangan dan gizi. Bagaimana kita bisa membangun forum bersama pemangku kepentingan untuk menyusun program pengelolaan wilayah pesisir, saling berkontribusi sesuai backgroundnya masing-masing. Mendukung inisiatif terkait perlindungan dan rehabilitasi pesisir, sistem monitoring yang dibangun bersama pemerintah. Bagaimana membangun pengembangan nilai, melalui pengembangan produk “. lanjutnya.
Sebagai Fasilitator utama Ahmad Sholihin dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, di hari pertama memandu jalannya FGD dengan membagi tiga kelompok dalam pembahasan tiga isu besar terkait pengelolaan pesisir Jepara. Isu tersebut diantaranya tentang infrastruktur dan sanitasi, sumber daya alam dan lingkungan, sosial ekonomi.
Secara khusus pada isu sumber daya alam dan lingkungan, ada lima belas isu pembahasan. Diantaranya isu alih guna lahan, kesalahan dan tumpang tindih kebijakan, monopoli pengelolaan, PSN, dan ketidakjelasan Regulasi.
Dalam kesempatan pemaparan isu sumber daya alam dan lingkungan, Ketua Ajicakra Indonesia Tri Hutomo secara khusus menyoroti Nomenklatur Karimunjawa, agar penamaan (Nomenklatur) kecamatan Karimunjawa disesuaikan dengan kodratnya sebagai daerah kepulauan, sehingga kebijakan dan penerapan regulasi juga sesuai dengan kodratnya sebagai kepulauan, karena selama ini penerapan kebijakan selalu disamakan dengan dengan kecamatan yang ada di darat, sehingga perkembangan Kepulauan Karimunjawa yang memiliki potensi luar biasa belum begitu signifikan, karena bisa dikatakan salah kebijakan.
“ Daerah berciri kepulauan memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda dengan daerah berciri daratan. RUU Daerah Kepulauan diharapkan nantinya bisa diterapkan di Karimunjawa, sehingga menjadi dasar kebijakan atas ketertinggalan daerah berciri kepulauan dalam berbagai sektor “. ungkapnya
“ Dia mencontohkan, pembagian Dana Alokasi Umum atau (DAU) dari pemerintah pusat selama ini dihitung berdasarkan luas wilayah daratan dan jumlah penduduk. Sementara faktanya, daerah berciri kepulauan memiliki perairan yang lebih luas ketimbang daratan dan jumlah penduduk lebih sedikit yang tersebar di pulau-pulau. “Kalau air pasang, berkurang daratan kami.”jelas Tri Hutomo.
Sementara untuk mengelola wilayah laut, pemerintah pusat sudah mengatur bahwa tidak ada lagi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Kewenangan mengelola wilayah laut 0-12 mil dari garis pantai berada di tingkat provinsi, dan selebihnya dipegang oleh pemerintah pusat.
“Indonesia adalah poros maritim dunia dan berciri negara kepulauan. Tetapi masyarakat yang tinggal di kepulauan perkembangannya masih lambat karena hanya berharap hasil dari laut,”. Padahal, potensi daerah kepulauan tidak kalah dengan daerah yang didominasi daratan. Ada hasil laut, pariwisata, perdagangan dan sebagainya. “Namun karena pembagian ini tidak merata, kami lambat berkembang.
“ Kebijakan kepulauan tentunya sudah merujuk pada berbagai peraturan dan strategi yang diterapkan untuk mengatur pengelolaan wilayah kepulauan dan wilayah daratan. Kebijakan ini mempertimbangkan perbedaan karakteristik dan kebutuhan pembangunan antara wilayah kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau dan wilayah daratan. Salah satu contoh, mahalnya ongkos distribusi dan biaya transportasi merupakan salah satu dampak dari kondisi daerah berciri kepulauan dibandingkan dengan daerah berciri daratan. “Daerah kepulauan akan terus tertinggal kalau anggaran hanya dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan luas daratan,” katanya.
“ Sehingga dengan diterapkannya kebijakan kepulauan di Karimunjawa, kita harapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sana, mengurangi kesenjangan pembangunan, dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan di wilayah kepulauan Karimunjawa “. pungkasnya
FGD akan dilanjutkan pembahasan identifikasi solusi atas isu-isu strategi dari tiga isu besar terkait pengelolaan pesisir Jepara.(**)