PortalMuria.com – Dunia politik dan intelijen punya satu kesamaan yang sulit dibantah: kenyataan tak selalu seperti yang tampak di panggung depan. Lawan politik bisa mendadak akrab—makan bersama, tertawa bersama, bahkan saling memuji di depan publik. Sebaliknya, kawan seperjuangan kadang pura-pura bermusuhan, pura-pura saling serang, seolah benar-benar rival.
Inilah front stage politik: panggung drama, penuh pengelolaan kesan, di mana setiap gerak dan kata adalah bagian dari strategi.
Hakikatnya, konflik atau kerjasama ditentukan oleh satu hal: kepentingan. Selama kepentingan sejalan, mereka akan beriringan. Begitu kepentingan berseberangan, benturan tak terelakkan—meski awalnya tertutup rapat. Publik hanya melihat versi yang “layak tonton”, sementara agenda sebenarnya berjalan di balik layar.
Bagi yang kritis, memahami politik tak cukup hanya mengamati yang terlihat. Kepentingan politik bisa berubah dari tahun ke tahun—2024 berbeda dengan 2025, dan sangat mungkin berbeda lagi pada 2029. Kadang mereka bersatu, kadang berpisah. Semua tergantung konteks kebijakan, pilihan orang-orang kunci, dan rangkaian peristiwa yang melatarbelakangi.
Memang ada kesamaan ideologi dan nasionalisme yang bisa mempersempit jurang perbedaan. Namun, di era politik yang kian pragmatis dan materialistis, idealisme dan kenegarawanan makin memudar. Yang dominan adalah kepentingan pribadi dan kelompok, disesuaikan dengan momentum.
Itulah sebabnya, publik tak boleh naif. Apa yang tampak manis di depan mata belum tentu seindah kenyataan yang tersembunyi. Kadang, justru di balik senyum, ada perhitungan dingin yang sedang berjalan.
( Penulis : M. Zaim Djaelani )