Pengasuh Ponpes di Pati Diduga Cabuli Santri Laki-Laki, Kasusnya Dilaporkan ke Polisi

Pati297 Dilihat

Pati, PortalMuria.com – Aksi kejahatan bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh mereka yang dipercaya sebagai pembimbing spiritual. Baru-baru ini, seorang pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Pati dilaporkan ke pihak kepolisian atas dugaan melakukan tindakan asusila terhadap santri putra.

 

Laporan tersebut diajukan ke Mapolresta Pati pada Sabtu (2/8/2025) oleh korban melalui kuasa hukumnya, Deddy Gunawan.

 

Menurut Deddy, kliennya mengalami tekanan psikologis berat akibat tindakan pelecehan yang diduga dilakukan oleh pengasuh ponpes tersebut. “Aksi pelecehan diduga dilakukan oleh oknum pengasuh pondok pesantren kepada santri putra. Saat ini korban mengalami trauma dan cenderung ketakutan,” ujarnya.

 

Deddy mengungkapkan bahwa dugaan tindakan asusila itu bukan kali pertama terjadi. Korban disebut telah mengalami pelecehan sejak duduk di bangku kelas VII MTs dan baru berani bicara setelah lulus pada tahun ini.

 

“Korban ini sudah mondok sejak kelas 3 MI dan diduga mulai mengalami perlakuan asusila sejak kelas 2 MTs. Tapi baru berani speak up baru-baru ini,” jelasnya.

 

Dalam menjalankan aksinya, terduga pelaku disebut menggunakan modus pendisiplinan sebagai alasan untuk memberikan sanksi. Namun, di balik itu, pengasuh ponpes justru melakukan tindakan tak senonoh yang berulang kali.

 

“Kiai itu bahkan terang-terangan mencium korban, dan ada tindakan yang lebih parah lagi. Diduga aksi tersebut dilakukan di kamar pengasuh maupun kamar santri. Ironisnya, beberapa kejadian disebut terjadi di hadapan santri lainnya,” ungkap Deddy.

 

Korban kini telah keluar dari pondok pesantren tersebut karena merasa sangat trauma dan malu. Lebih lanjut, Deddy menyebut jumlah korban kemungkinan lebih dari satu. Saat ini, dua korban telah berani bersuara, dan terdapat indikasi adanya empat hingga lima korban lainnya.

 

“Yang kami dampingi saat ini satu orang, tapi ada dua yang sudah melapor. Kemungkinan jumlah korban bisa bertambah,” imbuhnya.

 

Deddy berharap laporan ini dapat ditindaklanjuti secara serius oleh pihak kepolisian untuk mengungkap kebenaran dan mencegah jatuhnya korban baru.

 

“Ini adalah bentuk upaya mencari keadilan, agar ke depan tidak ada lagi korban. Terlebih ini terjadi di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman dan terpercaya,” tegas Deddy.

 

Ia juga menyebut, berdasarkan laporan ke polisi, terlapor bisa dijerat dengan Pasal 76E jo Pasal 82 ayat 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 6 Huruf C UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

 

“Jika terbukti, pelaku bisa dihukum penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp5 miliar,” tutupnya.(Red.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *