Tersandung Masalah karena Tamparan Murid, Mbah Wahdi Dapat Hadiah Umrah dari Gus Miftah

Demak483 Dilihat

DEMAK , PortalMuria.com – Kisah mengharukan datang dari seorang guru madrasah bernama Mbah Wahdi. Pria sepuh yang sehari-hari mengabdikan diri di pelosok desa ini mendadak menjadi sorotan publik setelah niat baiknya untuk mendisiplinkan murid justru berujung petaka.

 

Sebuah tamparan ringan yang dimaksudkan sebagai bentuk teguran akhlak justru dipandang berbeda oleh wali murid. Tak hanya menuntut secara hukum, keluarga murid tersebut juga menggugat ganti rugi sebesar Rp25 juta. Tak kuat menanggung tekanan dan demi memenuhi tuntutan, Mbah Wahdi sampai menjual satu-satunya sepeda motor miliknya—alat transportasi utama sekaligus penopang kebutuhan sehari-hari.

 

Di balik rumahnya yang sederhana, tangisan diam Mbah Wahdi terdengar hingga ke Yogyakarta. Adalah Gus Miftah, dai muda sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, yang akhirnya datang langsung ke rumah Mbah Wahdi di Kabupaten Demak pada Sabtu, 19 Juli 2025. Kunjungannya bukan sekadar formalitas, melainkan wujud nyata kepedulian.

 

Dalam suasana penuh haru, Gus Miftah menyerahkan bantuan berupa uang tunai Rp25 juta dan satu unit sepeda motor baru sebagai pengganti kendaraan yang telah dijual. Namun yang lebih mengejutkan, Gus Miftah juga memberi dua pilihan: renovasi rumah atau perjalanan Umrah.

 

Air mata haru tak terbendung ketika Mbah Wahdi dan istrinya memutuskan untuk memilih Umrah. Bagi pasangan lansia itu, mimpi ke Tanah Suci selama ini hanya tinggal angan. Kini, berkat tangan dermawan Gus Miftah, mimpi itu akan segera terwujud.

 

“Kami ini orang kecil, Gus. Tapi hari ini Allah tunjukkan kasih sayang-Nya lewat panjenengan,” ucap Mbah Wahdi dengan suara bergetar.

 

Peristiwa ini bukan sekadar kisah bantuan materi, tetapi pelajaran penting tentang empati, keadilan, dan penghargaan terhadap para guru. Di saat banyak yang abai terhadap jerih payah pendidik di pelosok desa, kehadiran Gus Miftah menjadi simbol harapan bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia.

 

Semoga kisah Mbah Wahdi menggugah hati banyak pihak untuk lebih menghargai para guru, khususnya mereka yang berjuang dalam keterbatasan, tanpa pamrih, demi masa depan generasi bangsa.(Red.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *