JEPARA,PortalMuria.com – Menelisik keseriusan upaya penanganan pemerintah Kab. Jepara terhadap bangunan permanen yang berdiri di atas sempadan pantai sesuai dengan Peraturan Daerah tetang Rencana Tata Ruang Wilayah. Salah satu upaya pemerintah daerah dalam menanggulangi permasalahan bangunan permanen yang berdiri di atas wilayah sempadan pantai seharusnya adalah melakukan antisipasi terjadinya sengketa hak ruang publik maupun bangunan berupa permasalahan perizinan dan pertanahan.
Pengawasan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan sempadan pantai harus menjadi prioritas utama, dengan prinsip kelestarian lingkungannya tanpa meninggalkan prinsip keadilan, mencegah terjadinya abrasi pantai, melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak fungsi dan kelestariannya serta menjaga hak-hak publik atas ruang terbuka seperti pantai. Penetapan garis sempadan pantai harus ditindak lanjuti dengan penegakan hukum (law enforcement) sehingga dapat bersifat tegas terhadap pelanggaran yang terjadi, untuk semua pihak tanpa terkecuali.
Potensi wisata yang terdapat di sepanjang garis pantai yang dimiliki Kab. Jepara sudah sepatutnya dijaga dan dikelola dengan baik, sehingga bisa dijadikan sebagai modal dalam pembangunan serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Jepara memiliki potensi pariwisata bahari yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian daerah, dengan panjang garis pantai Kabupaten Jepara adalah 82 km dan Luas lautan 1.845,6 km². Kawasan pantai di wilayah Jepara Jawa Tengah dapat dikatakan rentan dengan perubahan, entah itu perubahan yang disebabkan oleh ulah manusia ataupun perubahan yang disebabkan alam itu sendiri .
Keragaman karakteristik wilayah pesisirnya menyimpan keanekaragaman sumber daya alami dan buatan, sehingga sangat menarik untuk dikembangkan seperti misalnya adanya Kawasan Strategi Pariwisata Nasional Karimunjawa yang secara administrasi masuk wilayah Kab. Jepara Jawa Tengah. Kekayaan wilayah didukung oleh lokasi wilayah yang cukup strategis, oleh karena itu banyak disinggahi dan mengalami dinamika perkembangan yang luar biasa. Apalagi potensi wisata yang terdapat di sepanjang garis pantai yang dimiliki Kab. Jepara sudah sepatutnya dijaga dan dikelola dengan baik, sehingga bisa dijadikan sebagai modal dalam pembangunan serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maraknya para pengunjung wisata untuk dapat menikmati keindahan alam di sepanjang garis pantai dengan nyaman, bisa berdampak meningkatnya aktifitas perekonomian di kawasan pantai.
Sempadan pantai merupakan daratan yang terdapat di sepanjang tepian pantai, dimana lebarnya proporsional dengan bentuk serta kondisi fisik pantai, yaitu minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Fungsi dari kawasan sempadan pantai sendiri sebenarnya untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dan berguna sebagai pelindung pantai dari kegiatan yang bisa mengganggu ataupun merusak fungsi serta kelestarian kawasan pantai. Kawasan sempadan pantai seharusnya diperuntukkan bagi tanaman yang dapat berfungsi sebagai pelindung sekaligus pengaman pantai, serta penggunaan fasilitas umum yang tidak merubah fungsi lahan sebagai pengaman dan pelestarian pantai.
Dalam penentuan garis sempadan pantai sudah ditentukan berdasarkan bentuk serta jenis daerah, bagaimana pengukuran serta pembatasan untuk tempat-tempat yang memang hanya diperbolehkan pemerintah untuk masyarakat supaya dapat memanfaatkan ruang tanah wilayah pesisir tersebut. Dalam penentuan sempadan pantai sebaiknya dilakukan dengan penegakkan hukum yang tegas supaya memberikan kejelasan terhadap semua pihak serta untuk upaya pencegahan terjadinya sebuah tindak pelanggaran dan paling penting supaya memberikan ketegasan bagi pihak-pihak yang melakukan perbuatan yang dianggap melawan hukum.
Wilayah Kabupaten Jepara termasuk dalam garis pantai utara (pantura) yang memiliki sejumlah pantai yang tidak kalah indah dengan daerah lain. Seperti beberapa diantaranya Pantai Teluk Awur, Pantai Kartini, Pantai Bandengan, Pantai Mororejo, Pantai Blebak, Pantai Bondo, sampai Pantai Gua Manik Donorojo. Namun, sekarang ini banyak sekali masyarakat yang mendirikan bangunan permanen untuk warung, kafe dan hotel yang berdiri di sepanjang pesisir pantai. Menurut pengamatan dan pengkajian Ajicakra Indonesia, kebanyakan bangunan yang berdiri di kawasan sempadan pantai belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sekarang menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), karena berbenturan dengan Perda Kabupaten Kab. Jepara Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara maka dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) pun tidak berani mengeluarkan PBG. Berdirinya sebuah bangunan harus memiliki izin dan juga harus sesuai dengan peruntukkan kawasannya, dan jika tidak sesuai maka tidak akan memperoleh PBG. Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara memiliki sebuah Peraturan Daerah Kabupaten Kab. Jepara Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara. Dalam Peraturan mengenai ketentuan perizinan sudah sangat jelas, bahwa ketentuan perizinan merupakan perizinan terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang dan izin pemanfaatan ruang tersebut diberikan oleh pejabat pemerintah daerah yang berwenang. Selain itu, dalam Perda Kabupaten Jepara Nomor 26 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung, Bagian Kedua Persyaratan Teknis Paragraf 1 Persyaratan Tata Bangunan menyebutkan bahwa garis sempadan pantai laut di Daerah ditetapkan 100 (seratus) meter diukur dari tepi pantai laut pada saat pasang naik, dimana dalam faktanya jarak antara bangunan dengan garis sempadan pantai adalah kurang dari 100 (seratus) meter.
Selain itu, pemanfaatan daerah sempadan pantai tidak diperbolehkan mengurangi fungsi lindung dan diharuskan memperoleh izin dari Pemerintah Daerah melalui Pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait masalah pendirian bangunan permanen untuk warung, kafe dan hotel yang berada di kawasan pantai di Kab. Jepara tidaklah sederhana, hal tersebut dikarenakan adanya perubahan bentang alam yang menyebabkan status tanah yang awalnya hak milik pribadi, kini menjadi berstatus sempadan pantai yang otomatis kini menjadi milik negara. Menurut beberapa pengunjung, menjamurnya bangunan permanen untuk warung, kafe ataupun hotel tersebut membuat suatu dilema untuk bisa menikmati suasana pantai dengan gratis, seolah kawasan tersebut ada yang mengelola, dan masing-masing pemilik tempat memasang batas antara satu hotel, warung atau kafe dengan yang lainnya, sehingga muncul anggapan bahwa kawasan pantai tersebut bukan lagi wilayah yang diperuntukkan bagi publik maupun umum yang dapat dinikmati siapa saja. Dengan adanya Perda Kabupaten Kab. Jepara Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara, maka harusnya memberikan landasan hukum yang kuat bahwa mendirikan bangunan di wilayah sempadan pantai memang tidak diperbolehkan, maka sudah sepatutnya hal ini mendapatkan perhatian lebih dari aparat penegak hukum dalam memproses dan memutuskan keputusan yang akan diambil untuk mengatur serta mengembalikan fungsi sempadan pantai sebagai mana semestinya
Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha atau kegatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu yang menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan, sehingga dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diizinkan. Jika ada suatu aktivitas dari masyarakat yang sebenarnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi ternyata tidak dilakukan penindakan oleh aparatur yang berwenang, pembiaran seperti itu bukan berarti diizinkan. Untuk dapat dikatakan izin harus ada keputusan yang konstitutif dari aparatur yang berwenang menerbitkan izin Perizinan bangunan gedung berkaitan langsung dengan ruang lingkup penataan ruang, terutama dari segi penggunaan bangunan serta jenis perizinan yang dimiliki. Yang berwenang untuk mengeluarkan persetujuan terkait bangunan adalah Pemerintah Daerah yang dimana juga harus memperhatikan beberapa asas-asas kelayakan yang ada, pelayanan yang bersifat prima dalam pengurusan perizinan, hingga penerapan tindakan pemerintah yang baik. Bangunan gedung dilaksanakan berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan harmonisasi dengan lingkungannya.
Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan memiliki tata bangunan gedung yang serasi serta selaras dengan lingkungannya, mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan bangunan gedung supaya terjamin keandalan teknisnya, mulai dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Setiap perencanaan bangunan haruslah memberikan kepastian kepada pemilik bangunan, dengan memenuhi beberapa Persyaratan Administratif seperti dalam Paragraf 1 Status Hak atas Tanah Pasal 8 ayat (1) Setiap bangunan gedung harus didirikan pada tanah yang status kepemilikannya jelas, baik milik sendiri maupun milik pihak lain. Pasal 10 ayat (1) Setiap perorangan/badan yang mendirikan bangunan gedung wajib memiliki dokumen PBG/ Izin Mendirikan Bangunan dari Bupati, kecuali bangunan gedung fungsi khusus. Kemudian dalam Bagian Kedua Persyaratan Teknis Paragraf 1 Persyaratan Tata Bangunan Pasal 11 ayat (1C) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung pemilik dan / atau pengelola gedung, wajib mengikuti persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan pengendalian dampak lingkungan; dan Pasal 12 ayat (1) Setiap pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung wajib memenuhi persyaratan peruntukan lokasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) yang ditetapkan dalam RTRWK, RDTRKP, dan/atau RTBL untuk lokasi yang bersangkutan. Jaminan bahwa produk perencanaan tersebut lolos untuk mendapatkan PBG/ Izin Mendirikan Bangunan.
Setelah selesai proses pembangunan, selanjutnya yaitu jaminan bahwa bangunan tersebut harus sudah memperoleh Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebelum digunakan. Dalam upaya mendapatkan PBG/ Izin Mendirikan Bangunan dan SLF, bangunan diharuskan mempunyai keserasian ataupun keseimbangan dengan lingkungan, berkarakter, serta tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Bangunan sejalan dengan peraturan daerah, di antaranya peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) setempat.
Pemberlakuan Norma Terkait Perizinan Pendirian Bangunan di Wilayah Sempadan Pantai Kab. Jepara belum sesuai dengan teori penegakan hukum karena belum memenuhi faktor hukum, faktor penegak, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Dimana faktor hukum terkait peraturan-peraturannya, dalam hal ini yaitu sanksi- sanksi yang telah tercantum dalam Undang-Undang maupun Peraturan Daerah, belum dapat dijalankan sebagaimana mestinya oleh Pemerintah Kabupaten Jepara sehingga bangunan permanen warung, kafe ataupun hotel tersebut masih tetap berdiri sampai saat ini. Selanjutnya,faktor penegak hukum nya yaitu Satpol PP
Pemerintah Kabupaten Jepara belum dapat menegakkan Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara. Faktor sarana dan fasilitias juga belum memenuhi karena belum tersedianya plang- plang larangan pendirian bangunan di wilayah sempadan pantai. Kemudian faktor masyarakat dan kebudayaan terkait pola berpikir masyarakat yang menyatakan bahwa mereka berhak membangun usaha kafe atau hotel karena bangunan permanen tersebut berdiri di atas tanah milik pribadi, dimana seharusnya mereka paham pentingnya wilayah sempadan pantai untuk melindungi dan menjaga kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya di wilayah pesisir
Akibat Hukum Dari Perizinan Pendirian Bangunan Di Wilayah Sempadan Pantai Kab. Jepara yaitu, bangunan permanen warung, kafe atau hotel tersebut dapat dibongkar karena tidak memiliki surat izin mendirikan bangunan sesuai yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Bangunan Gedung. Kemudian juga tidak dapat diperolehnya surat izin mendirikan bangunan atau sekarang disebut Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang mengakibatkan bangunan-bangunan kafe atau hotel tersebut tidak memiliki izin dalam pendirinnya.
Seharusnya Pemerintah lebih tegas dalam menyikapi permasalahan terkait maraknya pendirian bangunan kafe atau hotel di sempadan pantai, dengan cara melakukan pemasangan plang-plang di wilayah Pantai atau sempadan terkait larangan mendirikan bangunan di wilayah sempadan pantai dan sosialisasi kepada masyarakat beserta para pemilik kafe dan hotel di kawasan pantai Kab. Jepara terkait adanya Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 4 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Maka seharusnya perlu dilakukan revisi Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 4 Tahun 2024. Memberikan tambahan rumusan yang pasti terkait dengan ketentuan jenis bangunan kafe atau hotel yang dilarang di wilayah sempadan pantai Kab. Jepara dan dikarenakan di Peraturan Daerah tersebut tidak memberikan secara detail terkait ketentuan jenis bangunan kafe atau hotel yang dilarang berdiri di wilayah sempadan pantai.
Rujukan Bahan Hukum Primer :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
d) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
e) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
f) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
g) Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai
h) Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 4 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun 2023-2043
i)Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Bangunan Gedung.(ajk/080)