Perlunya Ketegasan Penindakan Hukum Kegiatan Penambangan Ilegal Di Kab. Jepara, Sebagai Efek Jera.

Perlunya Ketegasan Penindakan Hukum Kegiatan Penambangan Ilegal Di Kab. Jepara, Sebagai Efek Jera.

Edukasi675 Dilihat

Jepara , PortalMuria.com – Tindak pidana pertambangan di Indonesia marak terjadi dan sudah menjadi permasalahan yang tidak bisa dielakkan lagi, tak terkecuali juga terjadi di Jepara Jawa Tengah banyak pertambangan yang dilakukan pada wilayah Irigasi, persawahan bahkan masuk dalam lahan sawah dilindungi (LSD) dimana kawasan itu di larang keras oleh pemerintah, padahal pertambangan yang dilakukan secara illegal tidak memperoleh izin dari pemerintah, sehingga hal ini menyebabkan kerugian bagi masyarakat maupun negara.

Tidak jarang didapatkan praktik-praktik pertambangan secara ilegal dalam Kawasan hutan maupun di LSD yang tidak memiliki izin lengkap. Padahal telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 158 yang dalam ancaman yang diberikan bagi pelaku tindak pidana pertambangan tanpa izin sangat besar dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp100.000.000.000, (Seratus miliar rupiah).

Penambangan galian C ilegal dapat berdampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat, di antaranya kerusakan lingkungan,Penambangan galian C ilegal dapat merusak ekosistem, mengurangi kualitas udara, dan mencemari sumber air yang digunakan masyarakat.

Kerusakan lahan Penambangan ilegal juga dapat menyebabkan lahan kritis, perubahan topologi lahan, dan erosi tanah. Tanah yang semula subur dapat menjadi kering dan tandus sehingga tidak bisa ditanami. Penambangan ilegal juga dapat mengurangi lahan pertanian yang ada, Penambangan galian C ilegal yang tidak melakukan reklamasi atau penimbunan kembali pasca tambang dapat menyebabkan kondisi air dan tanah yang berubah akibat penambangan kemungkinan tidak dapat dimanfaatkan lagi seperti dulu.

Tambang galian C di wilayah Kabupaten Jepara misalnya, kebanyakan merupakan usaha perseorangan, hanya beberapa saja yang dilakukan perusahaan dan hingga saat ini belum ada langkah kongkrit dan massif dalam penegakan hukum terhadap tambang galian C ilegal di wilayah Kabupaten Jepara, baik penegakan hukum administrasi, pidana maupun perdata.

Berdasarkan fakta empiris, dalam beberapa kasus masih proses P21, tapi seakan tidak ada efek jera bagi para pelaku, baru-baru ini marak tambang galian C illegal di area persawahan. Dilihat dari maraknya kasus penambang ilegal harusnya menjadi titik fokus dalam ranah penegak hukum. Karena penanggulangan penambangan ilegal tidak bisa dianggap enteng, hal ini menjadi indikator tindak pidana lainnya, yang menjadi budaya masyarakat yang tidak taat hukum yang terjadi terus-menerus.

  

Di Kabupaten Jepara, bisa kita lihat banyak dampak yang di timbulkan penambang tanpa izin yakni dengan munculnya fenomena alam kekeringan ekstrem, bahaya banjir, tanah tidak subur, sungai menjadi kering yang terjadi 2 tahun belakangan ini, bahkan kegiatan penambangan Galian C illegal secara terang-terangan dilakukan di wilayah yang seharusnya tidak untuk kegiatan penambangan Galian C, tanpa ada tindakan apapun dari para penegak hukum. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap penambangan tanpa izin seharusnya dioptimalkan dan dilakukan dengan serius demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, jika dibiarkan akan berpotensi meresahkan warga dan kelestarian lingkungan akibat dampak pertambangan ilegal.

Pemerintah bersama DPR-RI sendiri telah menerbitkan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pasal 35 ayat 4 undang-undang Mineral dan Batu Bara Nomor 3 tahun 2020 pemerintah pusat dapat mendelegasian kewenang pemberian perizinan berusaha kepada pemerintah daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam peraturan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 perubahan atas UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur ketentuan pidana atas perbuatan apa saja yang dilarang dalam kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Pengaturan atas perbuatan yang digolongkan sebagai perbuatan pidana ini merupakan bagian dari politik hukum pidana. Pengaturan ini ditujukan untuk menanggulangi kejahatan atas perbuatan-perbuatan pidana yang diatur dalam undang-undang Minerba.

Namun permasalahan yang sering dihadapai dalam tataran teknis Pemerintah pusat adalah tidak mungkin mampu bekerja sendirian. Sudah barang tentu akan melibatkan pemerintah daerah dalam hal menjaga kualitas lingkungan hidup yang wilayahnya sedang ditambang. Dengan berlakunnya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020, berimbas juga pada eksistensi pertambangan rakyat. Birokratisasi perizinan yang serba terpusat akan memberikan dampak kepada tambang rakyat. Dalam undang-undang pertambangan selain mengenal adanya Tindak pidana Ilegal Mining, juga terdapat Bentuk-bentuk tindak pidana penambangan tanpa izin yang ditujukan terhadap pelaku usaha pertambangan.

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara mengatur sanksi bagi penambangan illegal. Namun kenyataannya masih banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan perbuatan pertambangan illegal yang bersifat merusak lingkungan walaupun hal ini sudah diatur secara jelas didalam UU Mineral dan Batu Bara, ditambah adanya pembiaran atau bahkan adanya perlindungan dari oknum-oknum aparat penegak hukum sendiri yang seharusnya melakukan penindakan, sehingga masih banyak terjadi pelanggaran pada Pasal 158 di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jepara.

Faktor faktor penyebab terjadinya tindak pidana pertambangan illegal jenis galian C juga dikarenakan masih adanya hambatan dalam penegakan hukum tindak pidana pertambangan illegal dan upaya untuk menghentikan tindak pidana pertambangan illegal jenis galian C. Hasil observasi di lapangan menunjukan faktor terjadinya tindak pidana pertambangan ilegal jenis galian C diantaranya dikarenakan ketidakpahaman masyarakat terkait proses perizinan yang ada sehingga mereka melakukan kegiatan tersebut ketika ada kesempatan untuk berbuat tanpa ada izin dari pihak yang berwenang, proses perizinan yang terbilang rumit, pelaku menghindari untuk membayar pajak usaha tambang sehingga mengambil jalan pintas dengan cara illegal supaya terbebas dari pajak dan dijual untuk keuntungan pribadi. Hambatan dalam mencegah pertambangan illegal ini karena adanya perbedaan sudut pandang antara aparat penegak hukum sehingga dapat mempengaruhi keefektifan peran aparat penegak hukum itu sendiri dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pertambangan illegal di Kab. Jepara.

Padahal upaya penanggulangan dalam menghentikan tindak pidana pertambangan illegal sebenarnya bisa dilakukan beberapa langkah upaya preventif yaitu dengan melakukan sosialisasi terkait proses perizinan serta dampak-dampak yang ditimbulkan, mempermudah proses perizinan oleh dinas DPMPTSP serta edukasi di lapangan kepada para pelaku. Kemudian upaya represif dengan cara memberikan sanksi pidana yang tegas kepada pelaku, melakukan pengawasan dan patroli di daerah yang sering dan berpotensi terjadinya pertambangan illegal yang ada di Pemerintah dan melakukan inspeksi dadakan oleh instansi dan pejabat yang berwenang.

Jepara sendiri merupakan wilayah yang memilki kekayaan alam yang tersebar disetiap penjuru daerahnya, dari gunung, daratan, pantai, hutan bahkan kepulauan yang memilki kekayaan alam yang beragam bentuknya, seperti barang mineral pasir laut, pasir besi, batu, tanah urug dan lain lain. Dan tentunya kekayaan Sumber Daya Alam tersebut akan dimanfaatkan oleh masyarakatnya, namun seiring berkembangnya zaman, berlomba-lomba melakukan hal apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dari mengeksploitasi kekayaan alam yang ada disekitar mereka, bahkan dengan cara yang mengancam kerusakan lingkungan dengan tindakan tanpa izin.

Misalnya Pengusaha pertambangan mineral golongan C biasanya menggunakan alat-alat berat untuk melakukan kegiatan penambangan baik di darat maupun di sungai. Cekungan besar yang kedalamannya mencapai 3 hingga 5 meter merupakan akibat pengoperasian alat berat, jika tidak direklamasi maka dapat menimbulkan kerugian bagi lingkungan sekitar.

Kegiatan pertambangan memerlukan izin usaha pertambangan yang hanya dapat dikeluarkan oleh Menteri yang khusus menangani pertambangan batubara dan mineral. Izin usaha pertambangan biasanya dikeluarkan oleh bupati, gubernur, atau menteri yang mempunyai kewenangan mengeluarkan izin tersebut.

Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menjelaskan bahwa “Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau

batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang”.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada Pasal 33 ayat (3) menyebutkan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat”. Hal ini bermakna bahwa negara memiliki kedaulatan mutlak atas kekayaan Sumber Daya Alam dan yang

memilki kepemilikan sah atas kekayaan Sumber Daya Alam tersebut adalah rakyat Indonesia. Pemerintah berhak mengelola kekayaan Sumber Daya Alam agar terpelihara dengan baik dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan, agar kebutuhan masyarakatnya akan Sumber Daya Alam tersebut dapat terpenuhi untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

Namun masih banyak individu atau kelompok yang tidak bertanggung jawab melakukan aktifitas pertambangan secara illegal dan berpotensi merusak lingkungan, nyatanya pemerintah telah mengatur kegiatan pertambangan yang ada diwilayahnya, bahwa setiap perusahaan harus mempunyai izin agar dapat dipantau dalam pelaksanaan kegiatan penambangannya. Hal ini terdapat didalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 35 yang menyebutkan bahwa “Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat” dan sebagaimana yang tertera juga dalam Pasal 158 Undangundang Nomor 3 Tahun 2020 perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara yang menyebutkan bahwa “Setiap yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)”. Namun sayangnya masih banyak pihak-pihak yang melakukan penambangan secara ilegal dan  apabila terus menerus dibiarkan maka akan mencemari dan merusak ekosistem disekitar wilayah penambangan.

Seperti yang terjadi di Pancur Mayong dan sekitarnya yang mana hal ini sudah sangat meresahkan bagi warga sekitar karena terus menerus terjadinya aktifitas tambang tanpa izin yang sangat menganggu hingga dapat merusak lahan-lahan pertanian produktif  apabila dibiarkan. berdasarkan laporan warga, aktifitas galian C tersebut memberi ancaman gagal panen dari hasil pertanian warga, sumur-sumur yang mulai mengering, dan tanggul sungai yang terancam amblas. Mengenai aspek tindak pidana dari pertambangan tanpa izin tentunya berkaitan dengan pertanggung jawaban dari pelaku tindak pidana yang tidak boleh lepas dari aspek kesalahannya yang bertujuan membenarkan tindakan hukum yang diambil oleh pengadilan dan hukuman yang dijatuhi kepada para pelaku penambang galian C tanpa izin harus sebanding dengan tingkat kesalahannya. Seberapa besar pengaruh negatif pertambangan galian C tanpa izin tersebut terhadap lingkungan hidup, ada atau tidaknya teguran atau himbauan dari aparat penegak hukum dan pemerintah yang sifatnya menganjurkan masyarakat agar tidak melakukan pertambangan tanpa izin meskipun alasan berlangsungnya kegiatan ini karena merupakan sebuah mata pencaharian, merupakan alasan-alasan pertimbangan pada waktu menjatuhkan hukuman.

Kurangnya penegakan peraturan terkait pertambangan tanpa izin di Kabupaten Jepara terlihat jelas, mengingat masih maraknya kegiatan penambangan galian C illegal secara terang-terangan, ini sebagai indikator bahwa kurangnya pengawasan dan ketegasan penindakan dari aparat penegak hukum. Selain itu, aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa sanksi yang sesuai tidak akan membuat efek jera bagi para pelaku. Kemajuan legislatif dalam industri pertambangan terhambat oleh kurangnya tekad dan ketabahan yang ditunjukkan oleh aparat penegak hukum, sehingga menghambat pelaksanaan tindakan penegakan hukum sebagaimana dimaksud.

Walaupun kegiatan penambangan galian C ilegal tersebut dengan dalih tidak diperjual belikan, namun didalam tindak pidana pertambangan tidak mesti dibuktikan diperjual belikan atau tidak, yang terpenting adalah adanya aktifitas pertambangan tanpa izin yang dilakukan sudah terbukti dengan menggunakan alat berat, tentu saja ini akan berdampak buruk bagi masyarakat lingkungan sekitar, sehingga pelaku dikenakan pasal 158 jo pasal 35 Undang- undang No. 3 tahun 2020 perubahan atas Undang-undang No.4 tahun 2009 dan diancam pidana penjara 8 bulan dan denda Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) subsider kurungan selama 1 bulan.

Sehingga dari pemaparan tersebut bisa disimpulkan faktor penyebab terjadinya  tindak pidana pertambangan illegal jenis Galian C di wilayah Kab. Jepara adalah karena masyarakat banyak yang tidak memahami dan mengetahui terkait proses perizinan, atau sudah mengetahui akan tetapi tetap melakukan kegiatan illegal karena adanya bekingan oknum-oknum aparat penegak hukum, sehingga banyak masyarakat yang mengambil jalan pintas melakukan tindakan ilegal dan juga karena faktor ekonomi yang tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan besar dengan cara memperjual belikan hasil galian tersebut kepada pihak lain.

Berikutnya, hambatan dalam penegakan hukum tindak pidana pertambangan illegal adalah masih kurang tegasnya aparat penegak hukum dalam menanangani kasus penambangan, ditambah adanya pembiaran dari aparat penegak hukum atau adanya perlindungan dari oknum-oknum bekingan penegak hukum itu sendiri,  sehingga tidak ada tindak lanjut pengaduan dan hambatan lainnya adalah perkara tambang illegal   menjadi kewenangan dari Kepolisian untuk menyelidiki langsung, maka berdampak pada mekanismenya dapat dikatakan sedikit rumit dan alurnya lebih panjang. Selain itu hambatan lainnya adalah masyarakat masih banyak yang kurang memilki kesadaran hukum dan tidak memikirkan dampak yang terjadinya kedepannya demi keuntungan pribadi.

Kemudian upaya lain penanggulangan bisa dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi dengan berbagai pihak dinas terkait dan aparat penegak hukum untuk masyarakat guna memberikan informasi dan pengetahuan tentang proses perizinan sesuai dengan undang-undang yang berlaku serta membangkitkan kesadaran hukum masyarakat. Aparat penegak hukum bisa melakukan cara edukasi langsung di lapangan kepada para pelaku dengan memberikan peringatan dan memberitahu hal-hal apa saja yang dilarang, dan apabila terbukti bersalah maka pelaku akan segera di proses.

Penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan di Jepara terkhususnya  pertambangan ilegal merupakan suatu urgensi yang harus dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan dan ekosistem lingkungan. Upaya reklamasi merupakan bagian dari aktivitas pasca tambang yang tidak dapat dipisahkan dari tanggungjawab pelaku tambang sebagaimana diterapkan secara hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU No. 3 Tahun 2020) tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4 Tahun 2009) serta secara khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (PP RI No.78 Tahun 2010).

Jangan sampai karena kurangnya pengawasan dari pihak yang berwenang serta faktor-faktor yang memicu maraknya aktivitas pertambangan ilegal. Sementara pengaturan hukum pertambangan mineral dan batubara di Indonesia memang sudah di atur dalam peraturan perundang-undang yang berhubungan dengan pengelolahan pertambanagan, akan tetapi khusus penambang galian C ilegal yang menyangkut hal teknis tidak diatur secara spesifik dalam undang-undang nomor 3 tahun 2020 demikian juga pelaksanaannya. Untuk itu mengigat pertambangan Galian C ilegal merupakan suatu kasus yang darurat maka di perlukan penanganan yang serius dan penindakan yang lebih tegas supaya ada efek jera dari para pelaku.

Pada praktiknya penambangan Galian C ilegak terkesan sulit di tertibkan dan diberantas karena berbagai kendala serta permasalahannya yang kompleks, namun demikian penegakan hukum terhadap penambang galian C ilegal di Kab. Jepara baik melalui preventif dan reprensif harus ditegakan secara konsisten. Dengan memberikan imbauan dan melakukan pemantauan langsung ke lapangan yang sifatnya mengigatkan kepada masyarakat akan bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan menyebabkan hal yang fatal, dan juga memerlukan kerjasama dengan seluruh elemen masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga aparat kepolisian dalam hal menindak juga harus tegas dengan tidak ragu-ragu dalam menindak setiap orang yang melakukan penambangan ilegal termasuk oknum aparat yang terlibat dalam becking bagi para penambang timah ilegal melalui penegakan hukum pidana secara tegas, untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan membrikan efek jera bagi para pelaku penambang illegal.

Penulis : Tri Hutomo

Ketua Umum Ajicakra Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *